Kedudukan laki-laki dan perempuan di dalam adat Minangkabau berada
dalam posisi seimbang. Laki-laki punya hak untuk mengatur segala yang
ada di dalam perkauman, baik pengaturan pemakaian dan pembagian harta
pusaka. Perempuan sebagai pemilik harta pusaka dapat mempergunakan semua
hasilnya untuk keperluan keluarga besarnya, meliputi ; anak dan
kemenakan, anak pisang, dll sesuai dengan maksud dan tujuan pemanfaatan
harta pusaka. Peranan laki-laki di dalam dan di luar kaumnya menjadi
sesuatu yang harus dijalankannya dengan seimbang dan sejalan. Tugas dan
fungsi seorang laki-laki di Minangkabau masing-masing memiliki peran
yang disesuaikan dengan usia dan pengamalan. Tengoklah pada uraian
berikut ini, yang dapat diklasifikasi sebagai berikut, yaitu :
a. Peran laki-laki Minang sebagai kemenakan,
b. peran laki-laki Minang sebagai Mamak,
c. Peran laki-laki Minang sebagai Penghulu.
a. Peran laki-laki Minang sebagai kemenakan,
b. peran laki-laki Minang sebagai Mamak,
c. Peran laki-laki Minang sebagai Penghulu.
Selain itu bagaimana hubungan seorang kemenakan dengan seorang Mamak dapat dilihat pada hubungannya yang sangat khas.
1. SEBAGAI KEMENAKAN :
Di dalam kaumnya, seorang laki-laki bermula sebagai kemenakan (atau dalam hubungan kekerabatan disebutkan; ketek anak urang, alah gadang kamanakan awak). Sebagai kemenakan dia harus mematuhi segala aturan yang ada di dalam kaum. Belajar untuk mengetahui semua aset kaumnya dan semua anggota keluarga kaumnya. Oleh karena itu, ketika seseorang berstatus menjadi kemenakan, dia selalu disuruh ke sana ke mari untuk mengetahui segala hal tentang adat dan perkaumannya. Dalam kaitan ini, peranan Surau menjadi penting, karena Surau adalah sarana tempat mempelajari semua hal itu baik dari mamaknya sendiri maupun dari orang lain yang berada di surau tersebut.
Dalam menentukan status kemenakan sebagai pewaris sako dan pusako, anak kemenakan dikelompokan menjadi tiga kelompok:
a. Kemenakan di bawah daguak :
b. Kemenakan di bawah pusek,
c. Kemenakan di bawah lutuik,
Kemenakan di bawah daguak adalah penerima langsung waris sako dan pusako dari mamaknya.
Kemenakan di bawah pusek adalah penerima waris apabila kemenakan di bawah daguak tidak ada (punah).
Kemenakan di bawah lutuik, umumnya tidak diikutkan dalam pewarisan sako dan pusako kaum.
2. SEBAGAI MAMAK :
Pada giliran berikutnya, setelah dia dewasa, dia akan menjadi mamak dan bertanggung jawab kepada kemenakannya. Mau tidak mau, suka tidak suka, tugas itu harus dijalaninya. Dia bekerja di sawah kaumnya untuk saudara perempuannya anak-beranak yang sekaligus itulah pula kemenakannya. Dia mulai ikut mengatur, walau tanggung jawab sepenuhnya berada di tangan mamaknya yang lebih tinggi, yaitu penghulu kaum.
3. SEBAGAI PENGHULU :
Selanjutnya, dia akan memegang kendali kaumnya sebagai penghulu. Gelar kebesaran diberikan kepadanya, dengan sebutan datuk. Seorang penghulu berkewajiban menjaga keutuhan kaum, mengatur pemakaian harta pusaka. Dia juga bertindak terhadap hal-hal yang berada di luar kaumnya untuk kepentingan kaumnya. Setiap laki-laki terhadap kaumnya selalu diajarkan; kalau tidak dapat menambah (maksudnya harta pusaka kaum), jangan mengurangi (maksudnya, menjual, menggadai atau menjadikan milik sendiri). Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa peranan seorang laki-laki di dalam kaum disimpulkan dalam ajaran adatnya; Tagak badunsanak mamaga dunsanak
Tagak basuku mamaga suku
Tagak ba kampuang mamaga kampuang
Tagak ba nagari mamaga nagari
HUBUNGAN MAMAK DAN KEMENAKAN
Selanjutnya, dia akan memegang kendali kaumnya sebagai penghulu. Gelar kebesaran diberikan kepadanya, dengan sebutan datuk. Seorang penghulu berkewajiban menjaga keutuhan kaum, mengatur pemakaian harta pusaka. Dia juga bertindak terhadap hal-hal yang berada di luar kaumnya untuk kepentingan kaumnya. Setiap laki-laki terhadap kaumnya selalu diajarkan; kalau tidak dapat menambah (maksudnya harta pusaka kaum), jangan mengurangi (maksudnya, menjual, menggadai atau menjadikan milik sendiri). Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa peranan seorang laki-laki di dalam kaum disimpulkan dalam ajaran adatnya; Tagak badunsanak mamaga dunsanak
Tagak basuku mamaga suku
Tagak ba kampuang mamaga kampuang
Tagak ba nagari mamaga nagari
HUBUNGAN MAMAK DAN KEMENAKAN
Tali kekerabatan mamak dan kemenakan pada adat dan budaya
Minangkabau, dapat dibedakan atas empat bahagian. Keempat macam tali
kekerabatan mamak dan kemenakan ini adalah sebagai berikut:
1. Kemenakan Bertali Darah
Kemenakan bertali darah, yaitu semua anak dari saudara perempuannya bagi seorang laki-laki yang didasarkan atas hubungan darah menurut garis keibuan.
Kemenakan bertali darah, yaitu semua anak dari saudara perempuannya bagi seorang laki-laki yang didasarkan atas hubungan darah menurut garis keibuan.
2. Kemenakan Bertali Adat.
Kemenakan bertali adat, yaitu kedatangan orang lain yang sifatnya “hinggok mancankam tabang manumpu” (hinggap mencengkam terbang menumpu). Hal ini diibaratkan kepada seekor burung, jika ia akan terbang menumpukan kakinya agar ada kekuatan untuk terbang, dan mencengkram kakinya bila akan hinggap kepada dahan atau ranting. Maksudnya orang yang datang kepada sebuah nagari. Di nagari baru itu, ia dan keluarganya bersandar kepada seorang penghulu. Agar dia diakui sebagai kemenakan si Penghulu, maka ia haruslah melakukan “adat diisi lembaga dituang”. Artinya, ia dan keluarganya mengisi adat yang sudah digariskan, yaitu melaksanakan kewajiban adat sebagaimana layaknya seorang kemenakan kepada Mamaknya. Namun demikian, walaupun ia telah didudukkan sebagai kemenakan si penghulu, akan tetapi statusnya dalam masyarakat hokum adat tidak menjadikan ia – duduk sama rendah tegak tidak sama tinggi dengan penghulu-penghulu dalam nagari itu.
3. Kemenakan Bertali Air.
Kemenakan bertali air yaitu orang datang yang dijadikan anak kemanakan oleh penghulu pada sebuah nagari. Orang datang ini tidak mengisi adat dan lembaga di tuang.
4. Kemenakan Bertali Ameh.
Kemenakan bertali ameh yaitu orang yang dibeli untuk dijadikan kemenakan oleh penghulu. Kemenakan seperti ini tidak mengisi adat pada penghulu tersebut, dan tidak menuang lembaga pada nagari tersebut.
Kemenakan bertali adat, yaitu kedatangan orang lain yang sifatnya “hinggok mancankam tabang manumpu” (hinggap mencengkam terbang menumpu). Hal ini diibaratkan kepada seekor burung, jika ia akan terbang menumpukan kakinya agar ada kekuatan untuk terbang, dan mencengkram kakinya bila akan hinggap kepada dahan atau ranting. Maksudnya orang yang datang kepada sebuah nagari. Di nagari baru itu, ia dan keluarganya bersandar kepada seorang penghulu. Agar dia diakui sebagai kemenakan si Penghulu, maka ia haruslah melakukan “adat diisi lembaga dituang”. Artinya, ia dan keluarganya mengisi adat yang sudah digariskan, yaitu melaksanakan kewajiban adat sebagaimana layaknya seorang kemenakan kepada Mamaknya. Namun demikian, walaupun ia telah didudukkan sebagai kemenakan si penghulu, akan tetapi statusnya dalam masyarakat hokum adat tidak menjadikan ia – duduk sama rendah tegak tidak sama tinggi dengan penghulu-penghulu dalam nagari itu.
3. Kemenakan Bertali Air.
Kemenakan bertali air yaitu orang datang yang dijadikan anak kemanakan oleh penghulu pada sebuah nagari. Orang datang ini tidak mengisi adat dan lembaga di tuang.
4. Kemenakan Bertali Ameh.
Kemenakan bertali ameh yaitu orang yang dibeli untuk dijadikan kemenakan oleh penghulu. Kemenakan seperti ini tidak mengisi adat pada penghulu tersebut, dan tidak menuang lembaga pada nagari tersebut.
Seorang laki-laki di Minangkabau dalam hubungan tali kekerabatan
mamak kemenakan terutama yang bertali darah akan selalu memangku dua
fungsi yang bersifat diagonal, yaitu :
– sebagai kemenakan saudara laki-laki ibu, dan
– sebagai mamak dari saudara-saudara perempuan. Hubungan tali kerabat ini diturunkan atau dilanjutkan kebawah melalui garis keturunan perempuan.
– sebagai kemenakan saudara laki-laki ibu, dan
– sebagai mamak dari saudara-saudara perempuan. Hubungan tali kerabat ini diturunkan atau dilanjutkan kebawah melalui garis keturunan perempuan.
Hubungan mamak kemenakan ini diperkembangkan karena keperluan
memasyarakatkan anggota-anggota rumah gadang dan menyiapkan serta
menumbuhkan calon pemimpin dari lingkungan sosial yang terkecil
(paruik), kampung sampai kelingkungan sosial yang lebih besar yaitu
nagari, agar anggota laki-laki dari lingkungan sosial itu berkemampuan
dan berkembang menjalankan fungsi yang digariskan.
Sebagai calon pemimpin, seorang kemenakan oleh mamaknya diberikan dasar-dasar dan prinsip-prinsip tanggungjawab, meliputi fungsi :
– peranan pemeliharaan dan serta penggunaan unsur potensi manusia atau keturunan,
– pemeliharaan harta pusaka.
– norma-norma hidup bermasyarakat sebagai anggota kampung dan nagari.
Kemenakan laki-laki dipersiapkan sedemikian rupa oleh mamaknya, agar
nantinya salah seorang dari mereka akan menjadi pucuk pimpinan di tengah
kaumnya. Sehubungan dengan hal tersebut kepemimpinan seseorang itu
sangat ditentukan pembinaan di tengah-tenah kaumnya oleh mamak-mamaknya.
Konsep-konsep dasar tentang pembinaan individu oleh mamak telah diwarisi secara turun temurn, dan karenanya pengetahuan si mamak harus melebihi kemenakannya, sebagaimana dikatakan ; “indak nan cadiak pado mamak, melawan mamak jo ilmunya, melawan malin jo kajinyo” (tidak ada yang cerdik dari mamak, melawan mamak dengan ilmunya melawan malin dengan kajinya). Maksudnya, melawan Mamak, harus dengan pengertian positif dimana kemenakan seperintah mamak, kemenakan harus mengikuti apa yang diwariskan oleh mamaknya. Kecerdikan mamak berasal dari generasi terdahulu, dan sekarang wajib pula bagi kemenakan untuk menerima dan mengamalkan ilmu yang diperoleh dari mamaknya.
Dalam adat sudah dikiaskan agar dalam membina kemenakan jangan sampai terjadi otoriter dan kesewenangan. Sebagaimana dikatakan dalam adat “kemenakan manyambah lahia, mamak manyambah batin” (kemenakan menyembah lahir, mamak menyembah batin).
Maksudnya ; mamak dalam membimbing kemenakan hendaklah menunjukkan sikap, tingkah laku yang berwibawa dan bukan karena kekuasaannya sebagai seorang mamak. Bimbingan terhadap kemenakan laki-laki sangat penting karena mereka dipersiapkan sebagai pimpinan di tengah kaum keluarganya dan sebagai pewaris sako (gelar kebesaran kaum) yang ada pada kaumnya.
Tanpa ada kemenakan laki-laki dikatakan juga ibarat “tabek nan indak barangsang, ijuak nan indak basaga, lurah nan indak babatu” (tebat yang tidak mempunyai ransang, ijuk yang tidak mempunyai saga, lurah yang tidak mempunyai batu),
Maksudnya ; kemenakan laki-laki diharapkan sebagai pagar dari kaumnya. Bila terjadi silang sengketa antara kelompok masyarakat lainnya pihak laki-laki yang terutama sebagai juru bicara dari kaumnya. Tanpa ada yang laki-laki mungkin orang lain akan ba silanteh angan (menganggap angin lalu – meremehkan – merendahkan ) terhadap anggota kaumnya.
Bimbingan Mamak kepada Kemenakan tidak saja semata diberikan pada kemenakan laki-laki. bimbingan kepada kemenakan yang perempuan tidak kalah pentingnya, karena dialah sebagai penyambung garis keturunan dan pewaris harta pusaka.
Selain peran seorang ibu di rumah gadang sangat diutamakan, seorang mamak laki-laki akan menjalankan tugasnya, yaitu ;
– selalu “siang maliek-liekan, malam mandanga-dangakan, manguruang patang, mangaluakan pagi” (siang melihat-lihatkan, malam mendengar-dengarkan, mengeluarkan pagi mengurung sore), artinya tugas seorang Mamak tidak terlepas dari pengawasannya.
Dengan demikian tali kekerabatan antara mamak kemenakan menunjukkan kepemimpinan dan pewarisan keturunan yang berkesinambungan, yang diturunkan dari ninikk kepada mamak, dari mamak kepada kemenakan.
loading...
No comments:
Post a Comment