UPACARA BATAGAK PANGULU
Salah satu upacara atau alek (ceremony) adat Minangkabau yang paling sakral yang mendapatkan perhatian dan perlakukan khsus adalah Batagak Panguluatau ada juga yang menyebutnya Batagak Gala. Upacara ini merupakan peristiwa pentasbihan dan pengambilan atau pengucapan sumpah serta janji seorang Pangulu pada saat ia diangkat dan dinobatkan sebagai pemimpin kaum yang bergelar Datuak.
Upacara Batagak Gala dilakukan dalam bentuk baralek gadang dengan membantai kerbau sebagai salah satu syarat sahnya gelar Datuak yang dinobatkan. Pembantaian kerbau ini merupakan wujud rasa syukur dari orang yang di-lewakan gelarnya dan kaum yang mendapat seorang pemimpin idaman mereka. Kaena pengaruh peradaban yang masuk dari luar (seperti bangsa Mee Nan, Ptolemy, Viet Tamil dan Sangkkerta) tata upacara Batagak Galak (dan upaca adat lainnya) banyak yang dilakukan dengan praktik-praktik yang bernuansa kemusyrikan; namun setelah deklarasi Sumpah Marapalam—Adait basandi syara’-syara’ basandi kitabullah—tata upacara adat Minangkabau, termasuk Batagak Gala dilakukan secara Islam. Semua praktik yang bertentangan dengan Islam tidak dipakai lagi.
Pergantian atau penggantian Pangulu dalam adat Minangkabau dilakukan karena 4 (empat) faktor:
1) karena wafatnya Pangulu terdahulu—baputiang diateh tanah sirah,
2) karena Pangulu terdahulu berhalangan tetap—Hiduik bakurilaan-Mati batungkek budi,
3) karena berkembangnya jumlah anak-kamakan yang dipimpin—gadang manyusu atau gadang manyimpang, atau basiba langan baju, padi sarumpun disibak duo, dan
4) membentuk Pangulu baru—mambuek kato nan baru.
2) karena Pangulu terdahulu berhalangan tetap—Hiduik bakurilaan-Mati batungkek budi,
3) karena berkembangnya jumlah anak-kamakan yang dipimpin—gadang manyusu atau gadang manyimpang, atau basiba langan baju, padi sarumpun disibak duo, dan
4) membentuk Pangulu baru—mambuek kato nan baru.
Setiap jenis penggantian Pangulu ini harus dilewakan untuk menyampaikan ke khalayak ramai bahwa Kaum tertentu telah menggantikan Pangulunya. Namun penggantian Pangulu yang wafat dilakukan dengan upacara Batagak Gadangyang bisa juga dilaksanakan pada pada saat upacara penguburan penghulu yang digantikan—baputiang diateh tanah sirah. Kalau upacara itu dilaksanakan dalam masa 40 hari setelah penghulu yang digantikan meninggal, disebut talambok talabuah, dan dalam masa waktu 110 hari disebut tirai takambang; ketiganya dapat dilaksanakan lebih sederhana.
Secara umum, upacara Batagak Penghulu melalui empat tahapan yaitu:
1) menentukan calon (baniah),
2) malewakan gala,
3) penjamuan (makan bersama), dan
4) perarakan (diarak keliling). Calon Pangulu adalah orang yang berasal dari kaum tersebut yang disepakati oleh kaum tersebut—Tagak rajo sakato alam-Tagak pangulu sakto kaum.
1) Manantuaan Baniah
Manantuaan baniah adalah rangkai awal tata upacara Batagal Gala untuk menentukan orang yang akan dicalonkan menjadi Pangulu. Tahap ini dilakukan dengan beberapa tahap:
a) kesepakatan kaum nan sakambuik garam,
b) kebulatan kaum untuk pengesahan ranji,
c) penyampaian kesepakatan kaum kepada Kerapatan Niniak Mamak.
a). Kesepakatan kaum yang sakambuik garam. Kesepakatan kaum ini adalah musyawarah semua anggota keluarga dari calon yang akan diangkat menjadi penghulu yang setali darah (Musyawarah Saparuik). Musyawarah tersebut harus dihadiri oleh semua anggota keluarga baik laki-laki maupun perempuan yang sudah baligh (berakal). Musyawarah tersebut dipimpin oleh anggota keluarga yang paling tua dari segi umur dan memiliki pengetahuan tentang adat atau yang paling dihormati dari pihak keluarga tersebut.
Dalam musyawarah keluarga yang sakambuik garam tersebut diajukan beberapa nama untuk menjadi calon penghulu dari suku atau kaum tersebut. Dari bebarapa nama yang diajukan kemudian dilihat apa dan siapa yang lebih pantas untuk menjabat sebagai penghulu, yang mereka istilahkan dengan dituah dicilakoi artinya calon yang diajukan oleh kerapatan tersebut, kemudian dilihat apakan ia patuik dan mungkin untuk menjadi seorang penghulu.
b). Kebulatan kaum yang sasuku dan pengesahan ranji. Setelah kebulatan dari kaum nan sakambuik garam, maka dilanjutkanlah musyawarah ke tingkat kedua yang disebut dengan kebulatan suku. Pada musyawarah tahap kedua yang disebut juga Musyawarah Sapayuang ini, pihak kaum pemilik gala sakomengundang (mamanggia) semua anggota sanak keluarga yang sapasukuan. Pada momen ini, urang tuo atau yang dituakan dalam kaum tersebut menyampaikan hasil kesepakatan kaum nan sakambuik garam kepada kerapatan kaum sepesukuan tentang calon penghulu yang telah mereka sepakati untuk diterima dalam kerapatan kaum yang sesuku dan dilakukan pengesahan ranji. Pada musyawarah ini dilakukan untuk memverifikasi dan pemeriksaan (semacam uji kepatutan dan kepantasan)—dituah dicalkoi. Pada momen ini dibahas kelebihan dan kekuranga calon yang bertujuan agar calon yang diajukan menjadi Panghulu betul-betul orang yang pantas dan patut menurut ketentuan adat basandi syara’, syara’ basandi kitabullah.
c. Menyampaikan hasil kebulatan kaum Sapasukuan kepada Kerapatan Niniak-Mamak Nagari (sekarang Kerapatan Adat Nagari atau KAN) dan penyerahan ranji oleh pegawai adat (Manti). Setelah pihak kaum menyerahkan hasil kebulatan kaum sepesukuan, pihak Kerapatan Niniak-Mamak Nagari kembali menanyakan tentang hasil Kerapatan Kaum dan Kerapatan Sapasukuan serta ranji yang telah disahkan oleh Kerapatan Sapasukuan dari penghulu yang akan dikukuhkan menjadi Pangulu Adat. Sebagai tanda kesepakatan kaum nan sakambuik garam dan kesepakatan kaum sapasukuan tersebut, maka untuk meresmikan (melewakan gala penghulu) pihak calon penghulu yang diwakili oleh Manti dari suku yang akan dikukuhkan membayar Uang Adat. Kepada Kerapatan Niniak-Mamak. berupa emas, atau uang sesuai dengan kesepakatan dan aturan yang berlaku, (Pada nagari tertentu disebut Musywarah Maisi Pancakauan).
Penentuan dan penetapan calon Pangulu yang diterapkan dalam adat Minangkabau melalui mekanisme musyawarah merupakan prinsip pokok dalam ajaran Islam dalam hal muamalah.
2). Malewakan Gala
Setelah dibayarkan uang adat (maisi pancakauan) kepada Kerapatan Niniak-Mamak (sekarang Kerapatan Adat Nagari), maka disepakatilah kapan acara malewakan gala sako akan dilangsungkan yang disebut dengan manakok hari ( menentukan hari peresmian). Setelah diperoleh kata sepakat (mufakat)—bulek lah saguliang, picak lah salayang. Kerapatan Niniak-Mamak memberitahukan kepada anggota Niniak-Mamak nagari untuk menghadiri acara malewakan gala (upacara pengukuhan). Acara malewakan gala ini biasanya dilaksanakan di Rumah Gadang kaum yang bersangkutan.
Ada 6 (enam) tahapan umum yang biasanya dilalui dalam acara atau alek malewakan gala:
Pertama adalah pemberitahuan kepada seluruh anggota kerapatan adat setelah semua Pangulu (orang ampek jinih) hadir.
Kedua, setelah semua anggota kerapatan mengetahui siapa yang akan dikukuhkan gelar sako-nya, acara dimulai dengan pembacaan ayat suci al-Qur’an oleh seorang qari atau qariah.
Ketiga adalah pasambahan malewakan gala sako yang disampaikan kepada sidang Kerapatan Nagari, agar Pangulu yang akan dikukuhkan gelarnya diterima dalam Kerapatan Nagari untuk dibawa sailia samudik (sehilir semudik) dalam nagari, yang disampaikan oleh Ninik-Mamak Penghulu suku.
Keempat adalah Mengenakan Deta, yakni pemasangan pakaian kebesaran penghulu terdiri dari seperangkat pakaian berupa baju dan celana kebesaran penghulu yang berwarna hitam, saluak, selendang, kain sesamping, tongkat dan keris. Setelah pakaian kebesaan dipasangkan dan keris pusaka telah diselip di pinggang penghulu baru, kemudian dilewakan (untuk memberi tahu orang banyak).
Kelima adalah pengucapan sumpah/ janji (bai’ah) yang diikrarkan didepan khalayak yang mengadiri upacara. Isi sumpah tersebut adalah bahwa ia akan memegang amanah dan menjalankan tanggung jawab dengan ikhlas sebagai Pangulu dalam memimpin anak kamanakan; jika ia melanggar amanah dan tanggung jawab tersebut maka dia akan “…dimakan biso kewi, ka ateh indak bapucuak, ka bawah indak baurek, di tangah-tangah digiriak kumbang”; sumpaj tersebut ditambah dengan kata: “dikutuk Qur’an 30 juz”.
Terakhir adalah pembacaan do’a sebagai wujud syukur atas terlaksananya acara malewakan gala sako dengan baik tanpa ada halangan dan rintangan.
3). Perjamuan
Dalam acara perjamuan ini pihak keluarga menghidangkan makanan berupa daging kerbau jantan besar yang telah disembelih sebelumnya yang dagingnya cukup untuk dimakan masyarakat selama tiga hari tiga malam. Dari beberapa nagari yang ada di Minangkabau ada yang hanya memerlukan seekor kerbau saja dalam acara pengukuhan beberapa orang penghulu baru, malah terkadang hanya kepala kerbau saya yang dibeli di pasar. Semua itu tergantung kepada kemampuan dan aturan masing-masing nagari. Namun yang pasti anak nagari dijamu untuk makan bersama pada waktu itu dan pada malam harinya diadakan permainan anak nagari seperti permainan randai, pencak silat, saluang dan rebab atau kesenian tradisi lainnya.
4). Perarakan
Penghulu yang telah dikukuhkan diarak ke rumah bakonya dan ke tempat/balai nan ramai/ labuah nan golong. Biasanya perarakan ini diiringi dengan kesenian (alat musik) tradisional. Jika dinobatkan itu penghulu pucuk atau penghulu tuo, maka perarakan memakai payung kuning. batagak gadangdengan upacara yang demikian itu disebut adaik diisi limbago dituang (adat diisi, limbago dituang). Perarakan ini berakhir di Balai Adat.
loading...
No comments:
Post a Comment