Sebagai ikon Provinsi Sumatera Barat,
Rumah Gadang adalah daya tarik tersendiri. Saking terkenalnya, Rumah
Gadang sempat tampil di balik uang koin Rp 100 keluaran Bank Indonesia
pada akhir 70-an.
Selain menjadi tempat tinggal bagi
masyarakat Minangkabau, Rumah Gadang mampu menyedot perhatian wisatawan,
nggak cuma dari dalam negeri, namun juga mancanegara. Kebanyakan mereka
tertarik untuk memandang arsitektur bangunan yang cantik dengan ragam
ukiran di dindingnya.
Selain Rumah Godang, Rumah Gadang juga dikenal dengan sebutan Rumah
Bagonjong oleh masyarakat setempat. Julukan lain yaitu Rumah Baanjuang
juga kerap didengar untuk Rumah Gadang. Jadi, semua ini adalah nama yang
sama untuk merujuk pada rumah tradisional adat Minangkabau di Sumatera
Barat.
Berbentuk segi empat tanpa simetris,
Rumah Gadang memiliki desain bangunan yang unik. Terkesan menukik ke
atas, bagian luar dari bangunan sedikit miring ke arah luar. Hal ini
sangat dipengaruhi oleh kondisi alam di wilayah Minangkabau yang
didominasi oleh dataran tinggi dan rendah sehingga tahan gempa.
Atapnya pun nggak kalah unik. Memiliki
bentuk melengkung seperti tanduk, Rumah Gadang hadir dengan beberapa
sudut atap yang runcing dan lancip. Desain ini dimaksudnya agar saat
hujan, air dapat mengalir langsung ke bawah sehingga nggak membebani
bangunannya.
Namun dari semua konsep arsitekturnya,
mungkin soal ketinggian bangunan yang paling menarik perhatian. Terbuat
dari kayu, Rumah Gadang berdiri dua meter di atas tanah yang ditopang
oleh tiang yang bertumpu di atas batu datar yang kuat dan lebar.
Soal Tanduk Kerbau
Rumah Gadang pertama kali dibangun pada
masa pemerintahan Datuak Parapatiah di abad kedua. Ada banyak versi
cerita yang mempengaruhi arsitektur dari Rumah Gadang sendiri.
Salah satunya versi taduk kerbau. Menurut kisah yang beredar di masyarakat Minangkabau, bentuk gojong
(bagian lancip di atap) Rumah Gadang adalah simbol kemenangakn warga
Minangkabau yang sukses memenangkan kompetisi adu kerbau dengan seorang
raja di Jawa.
Kemenangan tersebut sangatlah berarti buat mereka. Sehingga, guna melestarikannya, para warga membangun rumah dengan gojong berbentuk tanduk kerbau simbol kejayaan pada masa tersebut.
Namun, ada yang percaya bahwa Rumah
Gadang memiliki bentuk seperti kapal. Dahulu kala, sebuah kapal yang
dinamai “Lancang” melintasi sungai Kampar. Sesampainya di muara, kapal
tersebut diangkat ke permukaan.
Nah, agar nggak cepat rusak, kapal
tersebut diberikan atap oleh sang pemilik dengan memanfaatkan tiang
layar yang diikat degan tali. Lantaran terlalu berat, tiang tersebut
mengalami pelengkungan yang menyerupai gojong. Sehingga, kapal tersebut menjadi rumah panggung yang cukup nyaman untuk ditinggali.
Hanya di Daerah sakral
Tidak seluruh wilayah di Sumatera Barat memiliki Rumah Gadang.
Pasalnya, Rumah Gadang hanya boleh dibangun di kawasan yang memiliki
status ‘ nagari’ . Nagari ini sendiri berarti desa yang sudah menurut
pada pembagian administratif sesuai dengan batas wilayah dan
kewenangannya.
Sistem Matrilineal
Terlepas dari semua kisah tentang
arsitekturnya, Rumah Gadang dibangun sesuai dengan ketentuan adatnya
yang menganut sistem matrilineal. Yang mana alur keturunan berasal dari
ibu sehingga wanita memegang derajat paling tinggi dalam kehidupan.
Salah satunya soal jumlah kamar yang
bergantung pada jumlah wanita yang menghuni di dalamnya. Setiap wanita
yang telah bersuami dapat memiliki kamar sendiri sedangkan, bagi wanita
yang sudah uzur dan anak-anak dapat memiliki tempat tidur di kamar dekat
dapur.
Menariknya, para remaja gadis disatukan
dalam sebuah kamar yang berada di ujung dari Rumah Gadang. Rumah Gadang
pun akan diwarisi oleh dan kepada para wanita secara turun temurun
sesuai dengan adat yang berlaku.
loading...
No comments:
Post a Comment